Apakah ‘I Am Zlatan’ Masih Pantas Disebut Otobiografi?

Foto dari whoateallthepies.tv

Foto dari whoateallthepies.tv

I Am Zlatan, hingga saat ini, adalah buku otobiografi pelaku sepakbola terbaik yang pernah saya baca. Saya pernah menulis resensinya di Bolatotal (yang sayangnya kini hilang ditelan bumi karena situs Bolatotal.com sudah tak aktif), dan di sana saya menyebut buku I Am Zlatan sebagai buku otobiografi yang bercita rasa Hollywood. Alur kisah yang diceritakan dalam buku itu begitu menarik, dengan banyak informasi dan pengakuan segar yang dituturkan dengan gaya yang menyenangkan untuk disimak.

Sayangnya, sang penulis hanti (ghost writer) buku tersebut, David Lagercrantz, baru-baru ini mengaku bahwa ia sebetulnya mengarang kutipan-kutipan dari Zlatan dalam buku tersebut. Pada dasarnya, Lagercrantz mengaku bahwa buku yang sempat masuk nominasi buku olahraga terbaik William Hill 2013 lalu tersebut berisi karangannya di mana ia berpikir dan menulis selayaknya dirinya seorang Zlatan Ibrahimovic, dengan berbagai informasi yang ia cuil sedikit-sedikit dari sang bintang aslinya.

“Saya hanya menanyakan hal-hal yang tidak saya ketahui…. Saya pikir ini adalah suaranya yang sebenarnya. Saya tidak bekerja (menulis buku ini) sebagai seorang jurnalis. Saya tidak mengutipnya,” aku Lagercrantz saat berbicara di Hay Festival.

“Saya pikir saya tidak punya satu kutipan pun yang benar-benar darinya. Saya berusaha mencari ilusi akan dirinya, berusaha menemukan kisahnya.”

Apa yang dilakukannya tersebut, menurut Lagercrantz, semata-mata karena ia telah membaca beberapa buku otobiografi pesepakbola yang ditulis oleh para penulis bayangan dan hasilnya sangat membosankan. Itulah mengapa ia kemudian memutuskan untuk membuat sebuah buku dengan gaya otobiografi Zlatan namun dengan pendekatan novel.

Tetapi bukan berarti isi I Am Zlatan murni fiksi. Lagercrantz mengaku menghabiskan lebih dari 100 jam untuk bersama Ibra, mengorek kehidupannya, melihat gaya bicaranya, “Saya tidak berbohong. Saya tidak ingin membuatnya terlihat lebih baik atau lebih ramah ketimbang aslinya.”

Selengkapnya mengenai pengakuan Lagercrantz soal pembuatan I Am Zlatan bisa dibaca di sini.

Pengakuan Lagercrantz, meski beralasan, tetap membuat saya cukup kecewa. Bagaimanapun, ini adalah buku yang kerap saya puji-puji dan saya rekomendasikan pada teman untuk membacanya, karena memang sebagai sebuah otobiografi, buku ini sangat menghibur. Seperti film buatan Hollywood. Serasa novel yang menarik. Tapi ternyata yang saya baca bukanlah Ibrahimovic. Hanya secuil informasi yang menarik tentang Zlatan di sana-sini yang saya rasa memang benar, selebihnya adalah hasil karangan Lagercrantz, terlepas dari seberapa besar berhasilnya ia menggambarkan diri Zlatan yang sesungguhnya dalam narasi dengan sudut pandang orang pertama yang ia tuliskan dalam ‘I Am Zlatan’.

Pertanyaan berikutnya, dengan diketahuinya proses pembuatan buku ini, masihkah I Am Zlatan bisa disebut sebagai otobiografi pesepakbola? Atau lebih pas disebut sebagai sebuah novel tentang seorang pebola tersohor nan ikonik bernama Zlatan Ibrahimovic? Saya rasa saya lebih memilih untuk menyebutnya sebagai yang disebut terakhir.

Leave a comment